Menjadi Anak Rakyat

Yesus lahir di kandang, itu pertanda bahwa Ia orang miskin. Namun kedatangan-Nya disambut oleh para malaikat dengan kidungan surga, membawa damai. Damai ini dimulai dari kandang, dari antara para gembala: mereka penerima dan menjadi pembawa damai karena kesederhanaan mereka.




1. Sekarang orang di kota kehilangan damai, karena tidak kenal tetangga, kehilangan unsur kerakyatan. Yesus dan orang tua-Nya, yang berasal dari keluarga Daud, tidak menolak kerakyatan yang membawa kerukunan; hal ini diwakili dan digambarkan oleh gembala, unsur rakyat sederhana yang ingin bersama, senasib sepenanggungan. Ada pendidikan anak yang bercorak elite, di rumah mewah, mempunyai pelayan, mempunyai kendaraan sendiri, anak tidak boleh keluar dari halaman, tidak boleh masuk kampung, ia menjadi terasing dari anak tetangga: ia kurang teman, kurang permainan di jalan dan di kebun, mempergunakan batu, tembikar dan tongkat.

     Yohanes dan Yesus boleh digolongkan "anak rakyat", berasal dari rakyat, dan tetap mengenal dan mencintai rakyat, tahu bahasa dan kebiasaan hidup mereka, keengganan dan ketakutan sebagai orang kecil. Juga kalau dalam pertumbuhan, karena studi, karena kedudukan, anak ini menjadi besar, ia tetap dekat dengan orang kecil, merasa enak dan akrab di antara mereka. Kita mempunyai presiden bekas anak desa dan kardinal pertama Indonesia berasal dari desa: pemimpin-pemimpin yang tahu menempatkan diri di tengah gembala, di tengah rakyat, di tengah desa, masih akan tetap dibutuhkan dan dicari.




2. Gembala orang percaya dan orang pewarta.
Pada orang sederhana, unsur-unsur kerakyatan itu tebal, dan kalau iman sudah berakar, ia akan bertahan, dan dalam ujian menjadi semakin kuat. Para gembala mendengar dari malaikat tentang kelahiran bayi dengan tanda agung dan nama ajaib. Kepada orang sederhana bisa juga terjadi pawahyuan kabar gembira; mereka itu menangkap, mengerti dan menyimpan menurut caranya. Ini sama halnya dengan anak-anak gembala pada penampakan Maria di Fatima.  Mereka mewartakannya tanpa takut, tanpa mengubah,  sebagai saksi-saksi yang dapat dipercaya; santa Maria pun menyimpan pewartaan di dalam hati dan merenungkannya.

     Tuhan yang menciptakan kaum miskin, mendampingi mereka dengan penuh rasa solidaritas. Mereka saling melindungi, saling membantu dalam pencobaan: ini dapat kita andaikan juga pada para gembala di Betlehem dan orang miskin serta sederhana ini penub rasa gembira, bisa bersyukur atas penampakan-penampakan kasih Tuhan dalam hidup: dari cuaca baik, bisa makan, dapat bekerja dan di antaranya juga ada penampakan Tuhan Yang Maha Agung dan pewartaan-Nya. Mereka senang berbagi rasa, kalau sesekali mendapat kebahagiaan, sebab setiap peristiwa kebahagiaan itu bagi mereka bersama. Kita harus mempelajari kerakyatan dan menyimpannya di dalam hati seperti Maria; itu membuat kita dekat dengan rakyat, dan sifat mereka yang polos serta asli.




3. Gembala itu unsur leluhur pada bangsa Israel, mulai dari Abraham, Ishak dan Yakub. Pembebas Israel, Musa sendiri adala seorang gembala: keluar dari Mesir, Israel menggiring ternak, kambing dan domba. Di Kanaan sebagai pendatang baru dari padang gurun, kehidupan mereka sebagai penggembala ternak begitu merakyat (seperti bertani bagi orang Indonesia), hingga Daud raja pujaannya sendiri pun harus dipanggil pulang dari antara kambing dombanya untuk diurapi menjadi raja.

     Para nabi mereka juga berbicara lewat peristilahan gembala; Yahwe adalah gembala Israel: menurut nabi Yeheskiel Ia akan datang mengumpulkan bangsa Israel, yang dalam pembuangan tercerai-berai seperti  domba tersebar sesat di gunung-gunung."Tuhanlah Gembalaku" menjadi Mazmur kesayangan, karena begitu tepat menggambarkan Israel sebagai domba dan Tuhan itu pemiliknya, gembala yang menjamin kehidupan kawanan dengan rumput hijau dan air yang tenang; ia melindunginya dalam kegelapan, terhadap ancaman bahaya, dengan tingkat penggembalaan-Nya.

     Yesus dikelilingi para gembala, mengisyaratkan pertumbuhan anak merakyat di tengah rakyat, menyerap unsur-unsur kesederhanaan, kebersamaan, nilai-nilai leluhur tersimpan asli di kalangan rakyat. Dalam diri para gembala dihadirkan juga nilai-nilai tradisi bangsa, dimana(dalam inkulturasi) Tuhan sendiri merendah, menyesuaikan diri dengan kebudayaan bangsa apa adanya, untuk menuturkan warta keselamatan dalam hidup, perbuatan dan ajaran lewat bahasa bangsa yang dimengerti.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Menjadi Anak Rakyat"

Posting Komentar