Perkembangan Kekaisaran Roma

Sejarah
Roma telah mulai memperluas wilayahnya tak lama setelah berdirinya Republik pada abad ke-6 SM, meskipun tidak meluas ke luar Italia sampai abad ke-3 SM. Dengan demikian, Romawi sebenarnya telah menjadi sebuah "kekaisaran" jauh sebelum diperintah oleh seorang Kaisar. Dalam konteks modern, Republik Romawi bukanlah sebuah negara-bangsa, melainkan jaringan kota-kota yang diizinkan mengatur dirinya sendiri (meskipun tingkat kemerdekaan yang diperoleh dari Senat Romawi bervariasi) dan provinsi-provinsi yang dikelola oleh seorang komandan militer. Wilayah-wilayah ini tidak diperintah oleh Kaisar, tetapi oleh magistrat yang dipilih setiap tahun (biasanya oleh Konsul Romawi) sebagai penghubung dengan Senat. Karena berbagai sebab, abad ke-1 SM merupakan masa pergolakan politik dan militer yang pada akhirnya menyebabkan Republik diperintah oleh seorang Kaisar. Kekuatan militer konsul tercantum dalam konsep hukum Romawi "imperium", yang secara harfiah bermakna "perintah" 
(meskipun dalam arti militer). Kadang-kadang, seorang konsul yang dianggap berhasil diberi gelar kehormatan Imperator(komandan), dan kata inilah yang kemudian menjadi asal usul kata "Emperor" (dan "Empire"), karena gelar ini awalnya selalu diberikan kepada Kaisar saat mereka naik takhta.
Augustus dari Prima Porta
(awal abad ke-1 M)
Romawi telah mengalami serangkaian panjang konflik internal, konspirasi dan perang saudara sejak akhir abad ke-2 SM dan seterusnya, bersamaan dengan perluasan wilayah besar-besaran ke luar Italia. Menjelang akhir periode ini, pada tahun 44 SM, Julius Caesar diangkat sebagai diktator seumur hidup sebelum akhirnya dibunuh . Faksi pembunuh Caesar diusir dari Roma dan dikalahkan dalam Pertempuran Phillipi pada tahun 42 SM oleh pasukan yang dipimpin Mark Antony dan putra angkat Caesar, Oktavianus. Antony dan Oktavianus tidak sepakat mengenai pembagian Romawi dan pasukan Oktavianus berhasil mengalahkan pasukan Antony dan Kleopatra dalam Pertempuran Actium tahun 31 SM. Pada tahun 27 SM, Senat dan Rakyat Roma mengangkat Oktavianus sebagai princeps ("warga negara pertama") dengan prokonsul imperium, dan dengan demikian memulai Principatus (zaman pertama dalam sejarah Kekaisaran Romawi, dimulai dari tahun 27 SM sampai 284 M), serta memberinya nama Augustus ("yang dimuliakan"). Meskipun konstitusi lama tetap dilaksanakan, Augustus pada kenyataannya mendominasi urusan konstitusional. Pemerintahan Augustus mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung selama satu abad, dan dianggap memulai periode kemakmuran dan perdamaian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Oleh sebab itu, ia sangat dicintai dan dianggap layak memegang jabatan sebagai raja de facto, kalau tidak de jure. Pada tahun-tahun pemerintahannya, tatanan konstitusional baru dibentuk, sehingga setelah kematiannya, tatanan konstitusional baru ini tetap dilaksanakan seperti sebelumnya ketika Tiberius dinobatkan sebagai Kaisar baru. 200 tahun masa pemerintahan yang dimulai sejak Augustus secara tradisional dikenal dengan Pax Romana("Perdamaian Romawi"). Selama periode ini, kejayaan Kekaisaran bertambah dengan meningkatnya kestabilan sosial dan kemakmuran ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemberontakan di provinsi-provinsijarang terjadi, tetapi ketika terjadi, pemberontakan berlangsung dengan "sengit dan cepat", seperti yang terjadi di Britania dan Galia. Perang Yahudi-Romawi yang berlangsung selama 60 tahun pada paruh kedua abad pertama adalah perang hebat yang terjadi pada awal kekaisaran, baik dari segi lama peperangan ataupun kekerasan yang dilakukan.
Keberhasilan Augustus dalam menciptakan prinsip-prinsip pergantian takhta dinasti terhalang oleh sejumlah pewaris yang berbakat dan hidup lebih lama; dinasti Julio-Klaudianus memiliki empat kaisar yang memerintah Romawi – Tiberius, Caligula, Klaudius, dan Nero. Dinasti ini digulingkan pada tahun 69 M dalam Perang Empat Kaisar, yang dimenangkan oleh Vespasianus. Vespasianus menjadi pendiri dinasti Flavianus yang berumur pendek, diikuti oleh dinasti Nerva–Antonine yang melahirkan "Lima Kaisar Baik": Nerva, Trajanus, Hadrianus, Antoninus Pius, dan filsuf Marcus Aurelius. Dalam pandangan sejarawan dan pengamat kontemporer Yunani Dio Cassius, naik takhtanya kaisar Commodus pada tahun 180 M menandai peralihan dari "kerajaan emas menjadi kerajaan besi" – komentar terkenal yang menyebabkan beberapa sejarawan, terutama Edward Gibbon, berpendapat bahwa pemerintahan Commodus menandai dimulainya kemerosotan Kekaisaran Romawi.
Pada tahun 212, pada masa pemerintahan Caracalla, kewarganegaraan Romawi diberikan kepada semua penduduk merdeka di seluruh Kekaisaran. Namun, meskipun kebijakan ini diberlakukan secara universal dan bisa dibilang sukses, dinasti Severan yang berkuasa sesudahnya membawa Romawi ke masa-masa penuh gejolak – masa-masa pemerintahan terkelam ketika kaisar berkuasa selalu mengakhiri jabatannya dengan dibunuh atau dieksekusi. Menjelang keruntuhannya, Kekaisaran Romawi dihadapkan pada Krisis Abad Ketiga, suatu periode yang ditandai oleh banyaknya invasi, konflik sipil, depresi ekonomi, dan serangan wabah. Dalam mendefinisikan zaman sejarah, krisis ini dipandang sebagai peralihan dari periode Antikuitas Klasik menuju Antikuitas Akhir. Diokletianus (memerintah 284-305) membawa Kekaisaran kembali ke ambang keruntuhan, tetapi ia menolak peran princeps dan menjadi kaisar pertama yang ditunjuk secara teratur sebagai dominusmaster, atau lord. Ini menandai akhir dari "Principatus" dan awal dari "Dominatus". Pada masa pemerintahan Diokletianus juga berlangsung upaya Kekaisaran dalam melawan ancaman dari agama Kristen dengan terjadinya Penganiayaan Besar. Kondisi monarki absolut yang berawal pada masa pemerintahan Diokletianus tetap bertahan sampai jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476.
Diokletianus membagi Kekaisaran menjadi empat wilayah yang masing-masingnya diperintah oleh seorang Kaisar berbeda (Tetrarki).Yakin bahwa ia telah mengatasi semua permasalahan di Roma, Diokletianus turun takhta bersama rekan-rekan, dan Tetrarki-pun runtuh. Takhta kemudian diambil alih oleh Konstantinus, yang menjadi kaisar pertama yang memeluk agama Kristen dan menetapkan Konstantinopel sebagai ibu kota baru Kekaisaran Timur. Pada dekade pemerintahan dinasti Konstantinianus dan Valentinianus, Kekaisaran dibagi menjadi poros barat dan timur, dengan pusat kekuasaan berada di Roma dan Konstantinopel. Masa pemerintahan Julianus, yang berupaya untuk mengembalikan agama Hellenistik dan Romawi Klasik, hanya berlangsung sebentar dan digantikan oleh Kaisar Kristen. Theodosius I, kaisar terakhir yang memerintah Timur dan Barat, wafat pada tahun 395 M setelah menjadikan Kristen sebagai agama resmi Kekaisaran.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perkembangan Kekaisaran Roma"

Posting Komentar